Bagi Anda yang tertarik dalam bidang jurnalistik, istilah kode etik jurnalistik pasti sudah tidak asing lagi di telinga. Namun, sudah tahukah Anda apa yang dimaksud dari pedoman etika jurnalistik ini?
Apakah yang Dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik Itu?
Kode etik jurnalistik adalah kaidah kerja yang ditentukan oleh Dewan Pers dan telah diterima oleh organisasi wartawan. Kaidah norma-norma perilaku wartawan hadir dengan niat pokok untuk mengatur dan membimbing perilaku serta praktik wartawan dalam menjalankan tugas-tugas mereka.
Menurut aturan kode etik jurnalistik UU No. 40 tahun 1999 Bab 3 Pasal 7, setiap wartawan harus menaati kaidah jurnalistik ini.[1] Dalam perspektif ini, memahami dan mengikuti kaidah norma-norma perilaku wartawan menjadi suatu keharusan untuk wartawan.
Fungsi Kode Etik Jurnalistik
Kode etik jurnalistik memiliki peran sentral dalam memelihara integritas dan kredibilitas wartawan serta media massa. Beberapa fungsi utamanya mencakup:
1. Menjaga Kebebasan Pers
Aturan etika menjaga kebebasan pers dengan memberikan panduan agar berita dibuat tanpa tekanan atau intervensi yang dapat mengganggu independensi media.
2. Melindungi Hak Individu dan Wartawan
Aturan etika memberikan standar perlindungan hak individu dalam berita, termasuk privasi, keadilan, hak tanggapan, dan hak jawab. Selain itu, memberi hak tolak wartawan untuk melindungi narasumbernya.
3. Menjamin Akurasi dan Kebenaran Berita
Aturan etika berfungsi sebagai panduan yang mendorong wartawan untuk memberikan informasi yang tepat, netral, dan berdasarkan fakta. Hal ini tentu saja akan sangat membantu dalam mencegah penyebaran berita hoaks atau informasi yang tidak terverifikasi.
4. Membangun serta Menjaga Kredibilitas Media
Dengan mematuhi kode etik, media dapat membangun dan menjaga kredibilitasnya di mata publik. Wartawan yang bekerja dengan berpegang teguh pada etika jurnalistik dapat meningkatkan kredibilitas publik terhadap kebenaran informasi yang mereka sampaikan.
Pengawasan Kode Etik Junalistik
Pengawasan pada pematuhan norma-norma perilaku media dilakukan oleh berbagai pihak untuk memastikan bahwa praktik jurnalistik berlangsung dengan baik. Ini mencakup Dewan Pers, organisasi wartawan, perusahaan pers, serta masyarakat umum.
Sesuai aturannya, Dewan Pers adalah lembaga yang akan memberikan penilaian apakah telah terjadi pelanggaran kaidah etik yang berlaku atau tidak. Selanjutnya, asosiasi wartawan atau perusahaan media yang akan melakukan penetapan sanksi terhadap wartawan tersebut.[2]
Wartawan yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik harus bersedia memberikan permintaan maaf kepada pihak yang mereka rugikan. Jika tidak berkenan, individu yang merasakan kerugian berhak menempuh jalur hukum serta menurut denda Rp500 Juta.[3]
Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers
Melansir Buku Pers yang Dewan Pers terbitkan, terdapat 11 kode etik jurnalistik yang saat ini menjadi pedoman kerja wartawan Indonesia. Apa saja kode etik jurnalistik ini?
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Dalam hal ini, seorang wartawan wajib membuat berita yang sebenar-benarnya dan sesuai fakta tanpa adanya keterlibat pihak lain yang mengurungi kredibilitas berita. Wartawan juga menghasilkan berita yang berimbang, artinya wartawan memberikan kesempatan bagi berbagai pihak untuk memberikan pendapat atau klarifikasi.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Dalam menjalankan tugasnya, wartawan Indonesia harus bekerja sesuai prosedur yang benar, seperti menampilkan identifikasi resmi dan menolak tindakan suap. Selain itu, mereka juga harus menghormati narasumber, menciptakan karya jurnalistik yang orisinal, dan menghindari praktek plagiarisme.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang. Tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Dalam tahap penyusunan berita, wartawan perlu melakukan verifikasi untuk memastikan kebenaran dan kredibilitas informasi. Setelah itu, wartawan diharapkan untuk tidak mencampuradukkan antara fakta dengan pendapat pribadi yang bersifat penilaian.
Wartawan juga harus membuat berita yang berimbang dan tidak memberatkan satu sisi saja. Selain itu, wartawan juga tidak menghakimi atau berprasangka terhadap subjek berita dengan mengedepankan prinsip praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Wartawan Indonesia harus bisa menegaskan komitmennya untuk tidak membuat berita yang bersifat hoaks, fitnah, atau kejam. Selain itu wartawan juga harus menghindari pemberitaan yang mengandung unsur-unsur vulgar, merendahkan, atau tidak senonoh. Ini termasuk foto atau grafis yang tidak pantas.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan, menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Praktik jurnalistik yang etis menuntut agar wartawan tidak mengungkapkan identitas dari individu yang rentan seperti korban kejahatan seksual. Demikian juga dengan individu yang tidak ada sangkut pautnya dengan pemberitaan seperti anak dari pelaku kriminal.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Kode etik jurnalistik pasal 6 menjelaskan bahwasannya wartawan tidak boleh memanfaatkan profesinya sebagai sarana memperoleh keuntungan. Contohnya menerima suap baik dalam bentuk uang maupun barang.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Wartawan memiliki kewenangan untuk menolak mengungkapkan identitas serta keterangan narasumbernya. Selanjutnya wartawan juga memiliki kuasa untuk menangguhkan publikasi informasi sesuai dengan kesepakatan dengan narasumber dan organisasi.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Wartawan menghindari penyajian informasi yang dapat memicu ketidaksetaraan atau memperburuk ketegangan sosial. Ini termasuk menolak untuk membuat berita yang diskriminatif yang merugikan berdasarkan perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Wartawan menunjukkan sikap menghargai terhadap hak narasumber untuk menjaga privasi pribadinya. Namun ini tidak berlaku jika informasi itu ternyata perlu untuk wartawan ungkapkan kepada masyarakat karena menyakut kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Dalam situasi pemberitaan yang tidak benar, wartawan harus bertanggung jawab atas kesalahannya dengan mencabut atau klarifikasi terhadap informasi yang keliru. Selain itu, mereka juga harus bersedia meminta maaf sebagai langkah transparan dan menunjukkan integritas jurnalistik mereka.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Dalam pekerjaannya, wartawan harus bersedia melayani hak jawab dari individu atau kelompok yang ingin memberikan klarifikasi atau tanggapan berdasarkan fakta. Wartawan juga bersedia melakukan perbaikan terhadap informasi yang tidak benar dalam laporan berita.
Secara keseluruhan kode etik jurnalistik ditetapkan agar para wartawan dapat bekerja secara lebih profesional dan menghasilkan berita yang lebih bermutu.
Kode etik ini tidak hanya berfungsi sebagai aturan-aturan dasar, tetapi juga sebagai panduan moral yang membentuk karakter dan integritas wartawan. Wartawan yang baik adalah mereka yang senantiasa menggunakan kode etik jurnalistik ini sebagai pedoman dalam pekerjaan mereka.